
Seorang murid bertanya kepada gurunya, maulana syekh.. ما حكم تسليمنا للشيخ ?“ wahai guru, bagaimanakah hukumnya kami bertaslim kepada guru ?”. pertanyaan tersebut membuat suasana pengajian semakin tenang, para murid dengan rasa tidak sabar ingin mendengarkan penjelasan dari sang guru. Dengan muka yang berseri dan sinar wajah yang memancarkan ketaqwaan dan keteduhan hati sang guru pun mulai menjawab pertanyaan si murid. Sang guru berkata “ wahai muridku, tidak ada istilah Taslim ila syekh, yang ada adalah Taslim li syekh,
berdasarkan firman Allah swt, “و رجل سلما لرجل”. Sesekali sang guru pun tersenyum kerah murid murid nya, dengan tatapan penuh ridho, dan si murid yang bertanya semakin tak bisa menahan ke ingintahuannya dari penjelasan sang guru. Kemudian sang guru melanjutkan penjelesannya dan berkata “bahwa TASLIM itu sudah sering sekali kita lakukan dalam kehidupan kita sehari hari, bahkan sudah merupakan hal yang biasa, contohnya seseorang yang ingin bercukur tentu akan menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada si pencukur, orang sakit juga akan menyerahkan dirinya kepada Dokter, bahkan seorang Mentri sekalipun, bila ia memmbutuhkan seseorang untuk memperbaiki kerusakan dikamar mandinya, maka ia harus menyerahkan semua urusannya kepada orang yang akan memperbaikinya, bila tidak, tentu pekerjaannya tidak akan selesai, jika mereka mampu menyerahkan diri kepada si pencukur, Dokter atau tukang bangunan, kenapa kita juga tidak menyerahkan diri dan berTASLIM kepada seorang guru atau syekh ? namun ketika ditujukan kepada seorang guru atau syekh, orang kemudian bertanya, apakah ini benar atau sesat ?. Suasana pengajian semakin sunyi dan tenang, entah mengapa, tak terdengar sedikitpun suara suara kecil, para murid kelihatan khusyu’ dan seolah olah tidak ingin mendengarkan suara lain kecuali suara gurunya, suasanya hening itu pun kemudian pecah setelah terdengar sang guru mulai menjelaskan lebih lanjut, dan sang guru pun menjelaskan bahwa penjelasan tentang Taslim itu juga senada dengan ayat " ati ullah wa ati urrosul wa ulil amri minkum.." dimana makna Amri itu sebenarnya mempunyai makna yang luas sekali, namun lebih banyak bermakna Sya’n atau urusan. jadi Ulil Amri itu adalah mereka yang mempunyai kemampuan dan urusan dibidangnya masing masing, semisal pengobatan, maka yang punya urusan dalam hal ini tentu Dokter, dalam hal tanaman juga ada yang mengusai dalam bidang itu, apalagi dalam hal agama, yang jelas jelas merupakan kebutuhan kita di dunia dan akherat, tentu juga ada yang terpilih dalam bidang ini, kemudian sang guru menambahkan, bahwa jika kita pergi ke Dokter, atau ke tukang bangunan misalnya, berarti kita menghormati dan menghargai kepandaian yang allah berikan kepada orang tersebut. akhirnya beliau mengatakan " TASLIM kepada syekh adalah wajib hukumnya dengan cara mentatati nya " berdasarkan perintah “ Ati ullah wa wati urrosul wa ulil amri minkum”. Terakhir sang guru berkata kepada para muridnya “jika kalian berTaslim maka kalian akan SELAMAT, sebaliknya jika kalian tidak berTaslim maka kalian tidak akan mendapatkan apa apa “ Demikian cerita singkat yang dikutip dari kejadian nyata dalam sebuah majlis ilmu. Istilah Taslim ini sudah tidak asing lagi bagi yang banyak membaca buku buku karangan para sufi, sebab diantara syarat menuntut ilmu adalah dengan berTaslim apalagi dalam ber suluk kepada Allah swt. Kata Taslim adalah bentuk masdar dari Aslama – Yuslimu – Tasliman. Yang bermakna , menyerahkan diri sepenuhnya kepada sesuatu, seperti menyerahkan diri sepenuhnya kepada tuhan, agama, maupun guru. Jadi mari kita bertanya kembali, apakah jika kita berTaslim kepada hal hal lain dalam kehidupan keseharian kita boleh, kemudian kepada seorang guru sesat ?. Apa yang membedakan antara keduanya bahkan ketiganya, ataukah kita merasa bahwa kita sudah menjadi guru yang ingin agar orang lain lah yang berTaslim kepada kita ? ... Aqulu Qauli syikhi wa astagfirullaha li wa lakum |